Sabtu, 24 Januari 2009

LAPORAN PENELITIAN


STUDI KONSENTRASI LOGAM BERAT MERKURI (Hg) PADA KERANG HIJAU
(Perna viridis L) SEBAGAI BIOMONITORING PENCEMARAN LINGKUNGAN DI PERAIRAN PANTAI BANYU URIP KECAMATAN UJUNG PANGKAH KABUPATEN GRESIK, JAWA TIMUR

Harizal A. Latief1, Yenny Risjani2, Mulyanto3

Abstract
This research is executed in September-October 2005 in waters of coast of Banyu Urip district of Ujung Pangkah Sub-Province of Gresik. Intention of this research is to know 1) Level contamination of heavy metal mercury (Hg) by using green mussel as bio-monitoring 2) Eligibility of green mussel as consumption evaluated from mercury concentration (Hg) which is in the green mussel body. The method used is survey method. Testing sample taken is green mussel (100g), sediment (100g) and sea water (100ml) from three stations in twice restating. Sample in analysis using AAS (Atomic Absorption Spectrofotometry). Concentration of Mercury (Hg) of measurement result at sea-water sample range from 0,0015-0,0018 mg/l the value still below boundary sill of standard value quality of sea-water for waters biota (Fishes culturing) Kep-02/MENKLH/I/88 that is <0,003 ppm, at sediment range from 0,0082-0,0200 mg/l. The value is still below of boundary sill that issued by ASEAN standard that is, 0,4-350 ppm, but recommended by Reseau National d’Observation still lower that is 0,02-0,35 ppm. Concentration value at seawater sample and sediment can be said that waters of coast of Banyu Urip still pure. At sample if green mussel concentration of mercury (Hg) range from 0,0069-0,0085 mg/l value is still below of boundary sill for food, Directorate General Observation of Drug and Food (POM) No. 03725/B/SK/VII/89, that is 0,5 ppm of that concentration value then green mussel still eligible to consume. Analysis Result of simple linear regression relation between Hg at green mussel with Hg at water obtained r korelasi equal to 0,7692. Relation between Hg at green mussel with Hg at sediment obtained r korelasi equal to 0,669. Known that rate of Hg in green mussel influenced by rate of Hg in water than Hg in sediment.

Key Word : Green Mussel (Perna viridis L), Hg, Sea Water, Sediment. Biomonitoring

Abstrak

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September - Oktober 2005 di Perairan Pantai Banyu Urip Kecamatan Ujung Pangkah Kabupaten Gresik. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui 1) Tingkat pencemaran logam berat merkuri (Hg) dengan menggunakan kerang hijau sebagai biomonitoring di Perairan Pantai Banyu Urip Kecamatan Ujung Pangkah Kabupaten Gresik 2) Kelayakan kerang hijau sebagai konsumsi ditinjau dari konsentrasi merkuri (Hg) yang terdapat dalam tubuh kerang hijau. Metode yang digunakan adalah metode survei. Sampel uji yang diambil yaitu kerang hijau (100 g), sedimen (100 g) dan air laut (100 ml) dari tiga stasiun dengan dua kali ulangan. Sampel di analisis menggunakan AAS (Atomic Absorption Spectrofotometry)..Konsentrasi merkuri (Hg) dari hasil pengukuran pada sampel air laut berkisar antara 0,0015-0,0018 mg/l, nilai tersebut masih dibawah nilai ambang batas dari nilai baku mutu air laut untuk biota perairan (Budidaya Perikanan) Kep-02/MENKLH/I/88 yaitu, < 0,003 ppm, pada sedimen berkisar antara 0,0082-0,0200 mg/l nilai tersebut masih dibawah nilai ambang batas yang dikeluarkan oleh standar ASEAN yaitu, 0,4-350 ppm, sedangkan yang direkomendasikan oleh Reseau National d’0bservation masih lebih rendah yaitu 0,02-0,035 ppm. Dari nilai konsentrasi pada sampel air laut dan sedimen dapat dikatakan bahwa Perairan Pantai Banyu Urip belum tercemar. Pada sampel kerang hijau konsentrasi merkuri (Hg) berkisar antara 0,0063-0,0093 mg/l nilai tersebut masih dibawah ambang batas untuk makanan, Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan (POM) No. 03725/B/SK/VII/89, yaitu 0,5 ppm, dari nilai konsentrasi tersebut maka kerang hijau masih layak untuk di konsumsi. Hasil analisis regresi linier sederhana hubungan antara Hg pada kerang hijau dengan Hg pada air diperoleh r korelasi sebesar 0,7692. Hubungan antara Hg pada kerang hijau dengan Hg pada sedimen diperoleh r korelasi sebesar 0,669. Diketahui bahwa kadar Hg dalam kerang hijau sangat dipengaruhi oleh kadar Hg dalam air daripada Hg dalam sedimen.

Kata Kunci : Kerang Hijau (Perna viridis L), Hg, Air Laut, Sedimen, Biomonitoring.

1. Mahasiswa Kelautan dan Perikanan Universitas Brawijaya Malang
2. Dosen Kelautan dan Perikanan Universitas Brawijaya Malang
3. Dosen Kelautan dan Perikanan Universitas Brawijaya Malang


PENDAHULUAN

Latar Belakang

Dengan adanya berbagai kegiatan industri, pertambangan, pertanian, penggunaan/bahan radioaktif dan pemukiman daerah aliran sungai sangat potensial menimbulkan perubahan kualitas air akibat masuknya limbah yang berasal dari kegiatan tersebut, terutama limbah industri yang mengandung logam berat, dimana akan menyebabkan semakin tingginya beban pencemar dibawa oleh aliran sungai menuju muara dan akan terakumulasi di laut. Adapun logam berat yang terdapat dalam limbah tergantung pada jumlah dan jenis industri. Nicodemus, (2003) menyatakan bahwa pengaruh langsung pollutan terhadap ikan biasa dinyatakan sebagai lethal (akut) dan sublethal (kronis). Sifat toksik yang lethal dan sublethal dapat menimbulkan efek genetik terhadap biota yang bersangkutan. Pengaruh lethal disebabkan gangguan pada saraf pusat sehingga ikan tidak bergerak atau bernapas akibatnya cepat mati. Pengaruh sub lethal terjadi pada organ-organ tubuh, menyebabkan kerusakan pada hati, mengurangi potensi untuk perkembang-biakan, pertumbuhan dan sebagainya. Pollutan juga berpengaruh secara tidak langsung terhadap manusia. Majed dan Preston, (2000) menemukan konsentrasi total metil merkuri (CH3Hg+) dalam rambut nelayan Kuwait yaitu masih dibawah tingkat normal yaitu ( 2.0 g/g) sedangkan standar WHO yaitu ( 10.0 g /g). Konsentrasi metil merkuri pada rambut nelayan di Kuwait disebabkan oleh konsumsi ikan dan organisme laut lainnya. Seperti peristiwa yang terjadi di Jepang, dimana penduduk di sekitar teluk Minamata keracunan metil-merkuri akibat hasil buangan dari pabrik Nippon Nitrogen Fertilizer, cikal bakal dari Chisso Co Ltd dengan produksi utama pupuk urea. Metil-merkuri yang terdapat dalam ikan termakan oleh penduduk di sekitar teluk tersebut. Ikan-ikan yang mati di sekitar teluk Minamata mempunyai kadar metil merkuri sebesar 9 sampai 24 ppm.
Kaitannya dengan terpaparnya logam dalam tubuh manusia, telah banyak laporan yang membuktikan bahwa logam juga toksik terhadap manusia, seperti kasus Minamata disease akibat keracunan metil merkuri (CH3Hg+) dan itai-itai disease akibat keracunan kadmium (Cd) dan plumbism (pb) (Darmono, 2001). Merkuri yang diakumulasi dalam tubuh hewan air akan merusak atau menstimuli sistem enzimatik, yang berakibat dapat menimbulkan penurunan kemampuan adaptasi bagi hewan yang bersangkutan terhadap lingkungan yang tercemar tersebut. Pada ikan, organ yang paling banyak mengakumulasi merkuri adalah ginjal, hati dan lensa mata. Toksisitas logam-logam berat yang melukai insang dan struktur jaringan luar lainnya, dapat menimbulkan kematian terhadap ikan yang disebabkan oleh proses anoxemia, yaitu terhambatnya fungsi pernapasan yakni sirkulasi dan eksresi dari insang. Unsur-unsur logam berat yang mempunyai pengaruh terhadap insang adalah timah, seng, besi, tembaga, kadmium dan merkuri. Pengaruh pencemaran merkuri bersifat jangka panjang, yaitu meliputi kerusakan struktur komunitas, keturunan, jaringan makanan, tingkah laku hewan air, fisiologi, resistensi maupun pengaruhnya yang bersifat sinergisme. Banyak logam di lingkungan yang terakumulasi dalam bentic filter feeders melebihi kebutuhan tubuhnya. Salah satu kandungan logam yang paling berbahaya bagi kehidupan organisme adalah logam berat merkuri (Hg). Menurut Juangsih (1982) dalam Dewi, (2005) bahwa penyebab utama logam berat menjadi bahan pencemar yang berbahaya yaitu logam berat tidak dapat dihancurkan (non degradable). Adapun logam berat yang sering mencemari lingkungan yaitu Timbal (Pb), Merkuri (Hg), Arsen (As), Kadmium (Cd), Nikel (Ni) dan Kromium (Cr), logam-logam berat ini sangat berbahaya dan dapat menyebabkan keracunan (toksisitas) apabila terakumulasi dalam tubuh makhluk hidup.
Penelitian tentang logam berat hingga saat ini telah banyak dilakukan (Nicodemus, 2003 ; Edinger at al, 2004 ; Alonso at al, 2000 ; Ruangwises, 1998 ; Majed and Preston, 2000) yang meneliti berbagai jenis logam berat seperti, Hg, As, Cd, Zn, Cu, Pb, Mn dan Cr. Khusus penelitian tentang logam berat Hg diteliti oleh Nicodemus (2003) di Sungai Takaras Kalimantan Tengah, Edinger at al, (2004) di Teluk Buyat Sulawesi Utara, Alonso at al, (2000) di teluk Cartagena dan Cienaga Grande de Santa Marta Colombia serta Majed and Preston, (2000) di Kuwait. Menurut Anonymous (1981) dalam, Dewi, (2005) logam berat merkuri (Hg) bersifat tidak dapat didegradasi (terurai) dan mudah terakumulasi dalam jaringan tubuh makhluk hidup, sehingga menyebabkan keracunan yang bersifat kronis. Menurut Mo and Neilson (1993) dalam Arifin, (2004) bioakumulasi logam sangat potensial untuk memberikan pengaruh toksik terhadap bivalva dan manusia yang mengkonsumsinya. Akumulasi logam pada bivalva menurut Darmono, (2001) disebabkan karena organisme tersebut memiliki karakter hidup yang menetap, lambat untuk dapat menghindar dari pengaruh polusi dan mempunyai toleransi yang tinggi terhadap konsentrasi logam tertentu. Untuk mengetahui konsentrasi merkuri (Hg) disuatu perairan dapat dilakukan dengan menggunakan organisme bahari yang hidup di perairan tersebut sebagai biomonitoring pencemaran. Menurut Phillips, (1980) biomonitoring yang tepat dan efisien adalah moluska dan makroalgae. Oleh karena itu dalam penelitian ini untuk mengetahui tingkat pencemaran logam berat merkuri (Hg) di Perairan Pantai Banyu Urip salah satu biomonitoring yang digunakan yaitu kerang hijau (moluska). Hal ini dikarenakan kerang hijau bersifat filter feeder, hidupnya menetap, penyebarannya luas sehingga kerang hijau dapat kontak langsung dengan lingkungan tempat hidupnya serta mempunyai mekanisme tubuh yang mampu mentolerir terhadap tingginya kandungan logam berat dilingkungan hidupnya, yang dapat menggambarkan keadaan yang sesungguhnya dari tempat penelitian. Kerang hijau selain bisa dijadikan biomonitoring pencemaran, kerang hijau juga merupakan salah satu komoditi perikanan yang banyak terdapat di Jawa Timur terutama di Kabupaten Gresik dan sekitarnya dan sumberdaya perairan yang dapat dimanfaatkan/dikonsumsi oleh manusia. Seandainya kerang hijau terkontaminasi logam berat merkuri (Hg) pada perairan, maka akan membahayakan kehidupan masyarakat yang mengkonsumsi kerang hijau tersebut. Hutabarat dan Evans (1981) menyatakan bahwa logam berat yang masuk ke dalam tubuh hewan umumnya tidak dikeluarkan lagi dan cenderung menumpuk di dalam tubuh sebagai akibatnya logam berat ini akan terus ada disepanjang rantai makanan.

MATERI DAN METODE

Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survey. Menurut Nazir, (1983) metode survey berkaitan dengan suatu cara untuk melakukan pengamatan dan memperoleh fakta-fakta dari gejala-gejala yang ada dan mencari keterangan-keterangan secara faktual pada suatu daerah. Kegiatan penelitian ini meliputi pengumpulan data primer dan sekunder. Data primer adalah data yang diperoleh dari lapang atau sumbernya, meliputi : sampel kerang hijau, sedimen, air laut, salinitas, pH, DO, suhu, sedangkan data sekunder merupakan data pendukung yang diperoleh dari literatur, laporan penelitian serta data-data dari badan atau lembaga yang aktivitasnya mengumpulkan keterangan-keterangan yang relevan dengan penelitian. Data ini meliputi data letak geografis Perairan Pantai Banyu Urip.

Analisis Data
Data hasil analisis ditampilkan secara statistik untuk melihat pengaruh konsentrasi Hg yang terakumulasi dalam sedimen dan air laut pada tiap stasiun pengamatan terhadap konsentrasi Hg pada kerang hijau.
Data yang diperoleh dari penelitian dianalisis secara statistik dengan menggunakan analisis regresi linier sederhana dimana cara ini digunakan untuk menentukan tingkat perubahan suatu variabel yang disebabkan oleh variabel lain. Adapun model persamaan regresi liniernya adalah sebagai berikut :
Y = a + bX
Dimana : Y = Kandungan logam berat merkuri (Hg) pada kerang hijau (mg/l)
X = Kandungan logam berat merkuri (Hg) pada sedimen (mg/l) dan air (mg/l)
a = Intersep
b = Koefisien regresi



HASIL DAN PEMBAHASAN

Keadaan Umum Lokasi Penelitian
Kualitas Air di Daerah Penelitian
Perairan Pantai Banyu Urip mempunyai kedalaman yang bervariasi yaitu dari 2-5 m. Pada waktu air surut kedalamannya berkisar antara 1 – 3 m, sedangkan pada waktu air pasang kedalamannya mencapai 2-5 m. Keadaan dasar landai dengan tekstur tanah halus berlumpur dan bercampur pasir. Dimana stasiun satu berjarak 100 m ke arah barat dari muara sungai Banyu Urip, jarak antara stasiun 1 dan stasiun 2 yaitu 900 m, jarak antara stasiun 2 dengan stasiun 3 yaitu 1 km ke arah utara. Jarak muara sungai Banyu Urip dengan stasiun 3 yaitu 1 km. Kedalaman kolom air dan dasar perairan dari permukaan air laut pada masing-masing stasiun berkisar antara 2 – 5 m kecuali stasiun 3 yaitu, 4 – 7 m. Pertimbangan penentuan tiga stasiun ini karena tempat budidaya kerang hijau ada pada ke tiga tempat tersebut.

Berdasarkan data kualitas air, maka dapat disimpulkan bahwa kondisi kualitas air di Perairan Pantai Banyu Urip yaitu, suhu 30 – 33 0C, rata-rata 32,1 0C, pH 7,5 – 8 rata-rata 7,8, salinitas 32 – 33 0/00, rata-rata 33 0/00, kecerahan 1,3 – 2 m, rata-rata 1,6 m. Jika dibandingkan dengan yang ditetapkan oleh Kep-02/MENKLH/1/1988 tentang Baku Mutu Air Laut untuk Biota Laut (Budidaya Perikanan) yaitu, pH 6-9 dan salinitas 10-30 0/00. Menurut Hidayat (2003) bahwa moluska mampu bertahan hidup pada kisaran suhu 27-380C, dan salinitas yang lebih luas yaitu 20-50 0/00, tetapi salinitas terbaik untuk pertumbuhan adalah 32-35 0/00. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa kondisi kualitas air di Perairan Pantai Banyu Urip masih berada pada kisaran yang optimal untuk kehidupan kerang hijau (Perna viridis L)

Konsentrasi Merkuri pada Kerang Hijau (Perna viridis L)
Dari data hasil pengukuran, rata-rata kandungan merkuri dalam kerang hijau berkisar antara 0.0069 – 0.0085 mg/l. Walaupun kandungan logam berat Hg tersebut sudah terakumulasi dalam daging kerang tetapi masih dibawah nilai ambang batas untuk makanan, Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan (POM) No. 03725/B/SK/VII/89, tentang batas maksimum cemaran logam berat dalam makanan untuk Hg yaitu 0,5 ppm. Berdasarkan nilai tersebut diatas maka dapat dikatakan bahwa kerang hijau di Perairan Pantai Banyu urip belum tercemar atau masih layak untuk di konsumsi. Penelitian yang dilakukan oleh Widodo, (2005) di Muara Sungai Rejoso, Kabupaten Pasuruan. Menemukan konsentrasi logam berat Hg pada kerang bulu (Anadara antiquata) berkisar antara 0,4706-10,2973 ppm dan pada kerang putih (Corbula faba) berkisar antara 0,7675-24,7881 ppm. Kandungan logam berat Hg pada dua sampel kerang tersebut sudah berada di atas nilai ambang batas untuk makanan, Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan (POM) No. 03725/B/SK/VII/89, tentang batas maksimum cemaran logam berat dalam makanan untuk Hg yaitu 0,5 ppm.

Berdasarkan di atas maka dapat dijelaskan bahwa akumulasi merkuri pada kerang hijau, tertinggi ditemukan pada sampel kerang stasiun 1 dengan nilai rata-rata yaitu 0,0085 mg/l. Hal ini disebabkan karena stasiun 1 yang berjarak 100 m dengan Muara Sungai Banyu Urip, sebagaimana kita ketahui bahwa muara sungai merupakan delta, dan terjadi pencampuran antara air tawar dengan air laut sehingga logam berat terbawa oleh arus sungai dan terakumulasi di muara sungai dalam bentuk sedimen dan terlarut dalam air dan dengan mudah masuk ke tubuh kerang hijau dengan cara memfilternya.
Kandungan merkuri pada kerang hijau cukup tinggi dibandingkan dengan kandungan merkuri pada air laut. Hal ini disebabkan karena proses akumulasi merkuri pada tubuh kerang hijau terjadi melalui absorbsi air, partikel dan plankton yang diperoleh dengan cara menfilternya sesuai dengan cara makan dari kerang hijau yang bersifat filter feeder. Menurut Wiley, (1983 ) mekanisme atau proses masuknya zat pencemar atau logam berat ke dalam tubuh organisme dibagi menjadi tiga bagian yaitu, (1) pengangkutan melalui sistem sirkulasi atau peredaran darah, (2) Terakumulasi dalam organ organisme target, dan (3) melalui sistem ekskresi. Sedangkan proses fisika dan kimiawi diantaranya adalah absorpsi, pengendapan dan pertukaran ion. Tingginya tingkat akumulasi merkuri dalam tubuh kerang hijau tidak terlepas dari tingginya konsentrasi merkuri yang masuk dalam badan air, baik secara alamiah maupun limbah domestik yang ada di sekitar Perairan Pantai Banyu Urip. Pada logam-logam esensial kandungan dalam jaringan biasanya mengalami regulasi (diatur pada batas konsentrasi tertentu kandungan logam konstan), tetapi pada logam non esensial kandungannya dalam jaringan naik terus sesuai dengan kenaikan konsentrasi logam dalam air (Sartika, 2002).

Konsentrasi Merkuri pada Sedimen
Dari data hasil pengukuran, rata-rata konsentrasi merkuri dalam sedimen berkisar antara 0,0082 – 0,0200 mg/l. Menurut Standar ASEAN lumpur atau endapan sedimen disebut tercemar bila mengandung 0,4 – 350 ppm merkuri. Sedangkan batas alamiah konsentrasi Hg dalam sedimen yang telah direkomendasikan oleh Reseau National d’0bservation masih lebih rendah yaitu 0,02-0,035 ppm. Berdasarkan nilai pembanding di atas maka dapat disimpulkan bahwa Perairan Pantai Banyu Urip belum tercemar, karena nilai kandungan Hg dalam sedimen masih di bawah dari nilai pembanding di atas yaitu, rata-rata 0,0082 – 0,0200 mg/l atau 0,0082 – 0,0200 ppm. Hasil pengukuran kandungan merkuri pada sedimen dijelaskan bahwa, rata-rata konsentrasi Hg pada sedimen tertinggi ditemukan pada sampel sedimen stasiun 1 yaitu, 0,0200 mg/l. Konsentrasi Hg tertinggi pada stasiun 1 karena pada stasiun ini merupakan titik awal pencampuran antara air tawar dan air laut merupakan delta yang tentunya kandungan lumpurnya lebih tinggi karena terbawa oleh arus sungai dan laut sehingga berpotensi memiliki kandungan lumpur yang tinggi dibandingkan dengan stasiun 2 dan 3, yang letaknya cenderung ke pinggir muara sungai dan ke arah laut lepas. Disamping itu juga dengan adanya perbedaan tekstur tanah (substrat) pada sedimennya merupakan salah satu faktor yang menyebabkan konsentrasi Hg pada masing-masing stasiun berbeda karena dalam penelitian ini tekstur tanah pada sedimen pada stasiun 1 kandungan lumpurnya lebih tinggi dibandingkan stasiun 2 dan 3.
Menurut Miller (1995) bahwa kepekatan garam yang tinggi dapat menurunkan kandungan logam dalam sedimen. Kenaikan salinitas menyebabkan pH juga naik, sehingga kelarutan logam dalam air turun karena kestabilan berubah dari bentuk karbonat menjadi hidroksida yang membentuk ikatan dengan partikel pada badan air, sehingga mengendap membentuk lumpur. Perbedaan tekstur tanah pada sedimen merupakan salah satu faktor penyebab kandungan logam berat berbeda pada setiap sedimen. Sedimen yang mengandung pasir proses penyerapannya tidak dapat berlangsung secara sempurna dibandingkan partikel liat (Restituta, 2001).
Logam berat yang terlarut dalam air akan berpindah ke dalam sedimen jika berikatan dengan materi organik bebas atau materi organik yang melapisi permukaan sedimen, dan penyerapan langsung oleh permukaan partikel sedimen. Materi organik dalam sedimen dan kapasitas penyerapan logam sangat berhubungan dengan ukuran partikel dan luas permukaan penyerapan, sehingga konsentrasi logam dalam sedimen biasanya dipengaruhi oleh ukuran partikel dalam sedimen (Arisandi, 2001).
Diungkapkan oleh Ward et., al (1986) dalam Dewi, (2005) bahwa kadar logam berat dalam sedimen yang terdapat di lokasi dengan jarak yang berbeda dengan sumber pollutan sangat dipengaruhi oleh jumlah kandungan lumpurnya. Sementara Pulich (1980) menyatakan bahwa kadar logam berat dalam lumpur pada sedimen mempunyai korelasi yang positif, dimana semakin banyak kandungan lumpur dalam sedimen maka semakin tinggi kandungan logam berat yang terdapat pada sedimen tersebut. Hal ini disebabkan karena peran lumpur dalam pengikatan logam berat pada sedimen sangat efektif, yang mana lumpur pada sedimen di daerah muara sungai mempunyai kemampuan untuk menyerap unsur hara sehingga cenderung bersifat ligan, karena lumpur yang bersifat ligan merupakan suatu senyawa yang mempunyai dua atau lebih pasangan elektron yang bebas yang dapat mengikat elektron-elektron positif dari suatu atom unsur logam (membentuk suatu ikatan kompleks dengan logam berat dalam perairan).

Konsentrasi Merkuri pada Air Laut
Berdasarkan hasil pengukuran menunjukkan bahwa kandungan logam berat merkuri dalam air di Perairan Pantai Banyu Urip rata-rata berkisar antara 0,0015 – 0,0018 mg/l. Menurut Widhiyatna, (2005) kriteria mutu air yang ditentukan dalam PP 82/2001 untuk merkuri adalah 0,005 ppm atau 0,005 mg/l. Baku Mutu Air Laut untuk Biota Perairan (Budidaya Perikanan) Kep-02/MENKLH/I/88 yaitu, < 0,003 ppm atau 0,003 mg/l. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa kandungan Hg pada Perairan Pantai Banyu Urip yaitu rata-rata 0,0015 – 0,0018 mg/l atau sebesar 0,0015 – 0,0018 ppm. Berdasarkan nilai pembanding di atas maka dapat disimpulkan bahwa Perairan Pantai Banyu Urip masih di bawah ambang batas normal. Hasil pengukuran kandungan merkuri pada air dapat dilihat pada Tabel 6
Tabel 6. Kandungan Logam Berat Hg pada Air Bulan September – Oktober 2005
Berdasarkan data di atas dapat dijelaskan bahwa, konsentrasi Hg pada air laut tertinggi ditemukan pada sampel air laut stasiun 3 dengan nilai rata-rata yaitu, 0,0018 mg/l. Konsentrasi Hg tertinggi pada stasiun 3 karena adanya arus bawah pada dasar perairan dan memiliki arah yang berlawanan dengan arus permukaan sehingga terjadi pengangkatan massa lumpur atau endapan yang ada di dasar perairan sehingga logam berat Hg yang ada dalam lumpur tersebut baik yang organik maupun anorganik akan ikut naik dan menyebar secara merata dalam air sebagaimana sifat dari logam berat Hg yaitu bersifat larut dalam air dan tersuspensi pada sedimen, berbentuk cair dan menyatu dengan partikel-partikel dalam air sehingga sulit untuk di kumpulkan. Selain itu stasiun 3 merupakan stasiun terluar yang berjarak 1 km dari muara sungai Banyu Urip, karena letaknya yang jauh dari muara sungai sehingga penyebaran Hg dalam air tinggi dan cenderung merata karena tidak terpengaruh oleh absorpsi logam berat atau zat pencemar oleh tanaman mangrove sehingga menyebabkan akumulasi logam berat Hg pada stasiun 3 lebih tinggi dibandingkan dengan stasiun dua stasiun lainya.
Menurut Fardiaz (1992) penggunaan merkuri di dalam industri-industri seperti industri klhor-alkali, industri alat-alat listrik, kertas dan pulp sering menyebabkan pencemaran lingkungan baik melalui air buangan maupun melalui sistem ventilasi udara. Merkuri yang terbuang ke sungai, pantai atau badan air di sekitar industri-indutri tersebut kemudian dapat mengkontaminasi ikan-ikan dan makhluk air lainnya termasuk ganggang dan tanaman air. Ikan-ikan dan hewan tersebut kemudian dikonsumsi oleh manusia dan dapat mengumpulkan merkuri di dalam tubuhnya.
Interaksi yang terjadi ketika logam berat berada di dalam air adalah terjadinya pengompleksan ion-ion logam, dimana ion logam bereaksi dengan zat pengompleks anorganik biasanya terdapat dalam air dengan kepekatan jauh lebih tinggi daripada logam yang cenderung membentuk kompleks dengannya (Miller, 1995). Metil Hg membentuk serangkaian kompleks jika terdapat Cl- dan atau SO2- pada kepekatan yang sama dengan air laut. Miller (1995) menyebutkan bahwa dalam keadaan aerobik ion logam bebas terutama terdapat pada pH rendah, dan dengan meningkatnya pH, karbonat kemudian oksida, hidroksida atau bahkan silikat padat akan mengendap.


Hubungan antara Konsentrasi Hg pada Kerang Hijau dengan Konsentrasi
Hg pada Air Laut
Berdasarkan hasil analisis regresi linier sederhana konsentrasi Hg antara kerang hijau dengan air laut diperoleh persamaan sebagai berikut :
Yreg = 4,6714 + 0,0001x
Dari persamaan di atas dapat diartikan bahwa dengan kenaikan kandungan Hg pada air laut sebesar 1 mg/l maka akan diikuti dengan kenaikan Hg pada kerang hijau sebesar 0,0001 mg/l. Sedangkan dari grafik hasil analisis kandungan Hg pada air laut dengan Hg pada kerang hijau maka dapat ditarik kesimpulan bahwa setiap kenaikan Hg pada air laut akan diikuti dengan kenaikan Hg pada kerang hijau karena memiliki besar korelasi yang positif.
Miller (1995) menjelaskan bahwa keadaan redoks sangat mempengaruhi beberapa proses degradasi. Biodegradasi pencemar oleh mikroorganisme merupakan proses pembuangan dan perubahan yang penting dalam air, sedimen dan tanah. Reaksi ini mencakup oksidasi, reduksi, hidrolisis dan terkadang penataan ulang dan dipengaruhi oleh bangun molekul dan kepekatan pencemar, keadaan lingkungan dan suhu.

Hubungan antara Konsentrasi Hg pada Kerang Hijau dengan Konsentrasi
Hg pada Sedimen
Berdasarkan hasil analisis regresi linier sederhana (Lampiran 10) konsentrasi Hg antara kerang hijau dengan sedimen diperoleh persamaan sebagai berikut :
Yreg = 0,0067 + 0,0858x
Dari persamaan di atas dapat diartikan bahwa dengan kenaikan kandungan Hg pada air laut sebesar 1 mg/l maka akan diikuti dengan kenaikan Hg pada kerang hijau sebesar 0,0858 mg/l. Sedangkan dari grafik hasil analisis kandungan Hg pada air laut dengan Hg pada kerang hijau maka dapat ditarik kesimpulan bahwa setiap kenaikan Hg pada air laut akan diikuti dengan kenaikan Hg pada kerang hijau karena memiliki besar korelasi yang positif.
Bila dibandingkan antara nilai koefisien x pada air laut dengan sedimen, maka nilai koefisien x pada sedimen yaitu 0,0858 lebih besar daripada air laut yaitu 0,0001, ini dapat diartikan bahwa Hg lebih banyak terdapat pada sedimen dibandingkan pada air laut, Hal ini sesuai yang diungkapkan oleh Mulyanto, (1992) bahwa Hg dalam ekosistem perairan mempunyai penyebaran sebagai (1) Total Hg dalam endapan sebesar 90-95% dalam air 1-10% dan dalam tubuh biota kurang dari 1%, (2) Metil-Hg dalam endapan sebesar 1-10% dalam air kurang dari 1% dan dalam tubuh biota 90-95%. Besarnya kandungan Hg dalam endapan ini disebabkan oleh aktifitas metabolisme bakteri dan jamur, tetapi cenderung dilarutkan kembali berupa ion Hg+. Hg anorganik yang ada secara berangsur-angsur berubah menjadi Metil-Hg yang sangat beracun dan mempunyai kecenderungan terkumpul dalam tubuh organisme melalui rantai makanan.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Hasil pengamatan menunjukkan kondisi fisika-kimia air di Perairan Pantai Banyu Urip masih layak bagi kehidupan kerang hijau (Perna viridis L). Nilai dari parameter fisika-kimia tersebut antara lain : suhu antara 30-330C, pH antara 7,5-8, salinitas antara 32-34 o/oo, kecepatan arus antara 0,112 - 0,172 m/dt dan kecerahan 1-2 m.
2. Konsentrasi Hg yang ada dalam sedimen selalu dipengaruhi oleh keberadaan Hg dalam air laut. Nilai Hg pada sedimen lebih besar daripada Hg pada air laut yaitu, 0,215 mg/l untuk kandungan Hg pada sedimen dan 0,0018 mg/l untuk kandungan Hg pada air laut, nilai tersebut adalah nilai terbesar dari rata-rata akumulasi Hg pada sedimen dan air laut.
3. Hubungan Hg dalam kerang hijau dengan kandungan Hg dalam air diperoleh r korelasi sebesar 0,7692 adalah positif dimana setiap kenaikan Hg pada air laut akan diikuti dengan kenaikan Hg pada kerang hijau. Hubungan Hg pada kerang hijau dengan kandungan Hg dalam sedimen diperoleh r korelasi sebesar 0,669 adalah positif dimana setiap kenaikan kandungan Hg pada sedimen akan diikuti dengan kenaikan Hg pada kerang hijau. Diketahui bahwa kadar Hg dalam kerang hijau sangat dipengaruhi oleh kadar Hg dalam air daripada Hg dalam sedimen.
4. Berdasarkan Nilai Ambang Batas untuk Makanan yang di keluarkan oleh Badan Pengawasan Obat dan Makanan (POM) No. 03725/B/SK/VII/89, tentang batas maksimum cemaran logam berat dalam makanan untuk Hg yaitu 0,5 ppm. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa kandungan Hg pada kerang hijau di Perairan Pantai Banyu Urip yaitu, rata-rata 0,0069 – 0,0085 mg/l maka dapat disimpulkan bahwa kerang hijau di Perairan Pantai Banyu Urip masih layak untuk dikonsumsi.
5. Berdasarkan PP 82/2001 tentang kriteria mutu air untuk merkuri adalah 0,005 ppm atau 0,005 mg/l. Sedangkan standar Baku Mutu Air Laut untuk Biota Perairan (Budidaya Perikanan) Kep-02/MENKLH/I/88 yaitu, < 0,003 ppm atau 0,003 mg/l. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa kandungan Hg pada Perairan Pantai Banyu Urip yaitu 0,0014 – 0,0020 mg/l atau sebesar 0,0014 – 0,0020 ppm. Berdasarkan nilai pembanding di atas maka dapat disimpulkan bahwa Perairan Pantai Banyu Urip masih di bawah ambang batas normal atau dapat dikatakan Perairan Pantai Banyu Urip belum tercemar.
6. Kerang hijau (Perna viridis L) mempunyai kemampuan untuk mentolelir keberadaan logam berat Hg yang tinggi di lingkungannya dan baik digunakan sebagai biomonitoring pencemaran perairan.

Saran

1. Berdasarkan hasil yang diperoleh menunjukkan konsentrasi logam berat Hg di Perairan Pantai Banyu urip masih di bawah Nilai Ambang Batas. Oleh karena itu kerang hijau (Perna viridis L) masih layak untuk dikonsumsi oleh manusia.
2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut, rinci dan menyeluruh tentang alur distribusi dan dinamika kontaminan logam berat Hg dalam ekosistem Perairan Pantai Banyu Urip.


DAFTAR PUSTAKA

Anonymous, 1999. Perna viridis. Gulf State Marine Fisheries Commission.
http://nis.gsmfc.org/nis factsheet.php

--------------, 2002. Asian Green Mussel : Perna viridis. National Introduced Marine Pest Information System (NIMPIS). http;// crimp marine.csiro. aa/nimpis.

.................., 2004. Pemantauan Kualitas Lingkungan di Perairan Teluk Buyat. Asdep Sarpedal-Lingkungan Hidup. Jakarta.

.................., 2004. Pemerintah Daerah Gresik. http://www.eastjava.com/plan/ind/kab-gresik.html

Alonso, D., Pineda, P, Olivero, J, Gonzales, H, Campos, N. 2000. Mercury Levels in Muscle of Two Fish Species and Sediments from the Cartagena Bay and the Cianaga Grande de Santa Marta, Colombia. Journal Environmental Pollution 109: 157-163.

Arifin J, 2004. Studi Konsentrasi Zinc Dalam Tubuh Kerang Hijau (Perna viridis) Berdasarkan Ukuran Berat Tubuh dan Salinatas Di pantai Kenjeran dan Muara Sungai Wonokromo Surabaya. Manajemen Sumberdaya Perairan. Fakultas Kelautan dan Perikanan Universitas Brawijaya Malang. Jawa Timur.

Arisandi P, 2001. Mangrove Jenis Api-Api (Avicennia marina) Alternatif Pengendalian Pencemaran Logam Berat Pesisir.Lembaga Kajian Ekologi dan Konservasi Lahan Basah. http://www.terranet.or.id/tulisandetil.php

Benson, J., A. C., Marelli,. Marc E. Frischer, Jean M. Danforth, and James D. Williams. 2003. Establishment of the Green Mussel, Perna viridis (Linnaeus, 1978), (Mollusca : Mytilicae) on the West Coastal on Florida. Florida Integrated Science Central – Gainnesville.
http;// cars.er.usgs.gov/tulisandetil/Noningenous/Green Mussel/green mussels.html.

Bimala, O., 2004. Biokumulasi Logam Berat Merkuri (Hg) Pada Avicennia mariana (Forssk) Vierh. Di Muara Sungai Gisikcemandi Kecamatan Sedati Kabupaten Sidoarjo Jawa Timur. Manajemen Sumberdaya Perairan. Fakultas Kelautan dan Perikanan Universitas Brawijaya Malang. Jawa Timur.

Darmono, 2001. Lingkungan Hidup dan Pencemaran. UI Press. Jakarta.

Dewi, A, 2005. Studi Konsentrasi Logam Berat Kadmium (Cd) Pada Kupang Putih (Corbula faba H) Sebagai Biomonitoring Pencemaran di Muara Sungai Wonokromo Desa Wonorejo Kelurahan Wonorejo Kecamatan Rangkut Kotamadya Surabaya Propinsi Jawa Timur. Manajemen Sumberdaya Perairan Fakultas Kelautan dan Perikanan Universitas Brawijaya Malang. Jawa Timur.

Edinger, Evan ; P. Raja Siregar and Tracy Glynn. May 2004. Heavy Metal Contamination of Reef Sediment and Coral Skletons From Submarine Tailings Disposal At A Gold Mine, Buyat Bay, North Sulawesi. Departemen of Geography, Memorial University. Newfoundland. 2002.

Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.

Evans, S.M. 1981. Pengantar Oseanografi. Universitas Indonesia. Jakarta

Hutabarat S, dan S.M. Evans, 1981. Pengantar Oseanografi. Universitas Indonesia. Jakarta

Hidayat, A.K. 2003. Survey Kadar Logam Berat Pb dan Cd pada Kerang Bulu (Anadara antiquata) di Pantai Utara Pasuruan dan Probolinggo Jawa Timur. Manajemen Sumberdaya Perairan Fakultas Kelautan dan Perikanan Universitas Brawijaya Malang. Jawa Timur.

Krabbenhoft D.P. and D.A. Rickert. 2000. Mercury in the Environment. U.S. Departement of Interior, U.S. Geological Survey. http://water.usgs.gov/wid/FS 216-95.html.

Lasut, T., Markus, 2001. Penurunan Kualitas lingkungan Akibat Aktifitas Tambang. http://utsco.ut.ac.id/ol-supp/fmipa/luht4310/senyawa.htm

Majed N.B, and Preston M.R. 2000. Factors Influencing the Total Mercury and Methyl Mercury in the Hair of the Fisherman of Kuwait. Journal Environmental Pollution 109 : 239-250.

Miller. 1995. Kimia dan Ekotoksikologi Pencemaran. Penerbit Universitas Indonesia. Jakarta.

Mulyanto, 1992. Manajemen Perairan. Diktat Kuliah. LUW-UNIBRAW FISH. Universitas Brawijaya. Malang.

Nazir, M. 1983. Metode Penelitian. Penerbit Ghalia Indonesia.

Nicodemus, M., 2003. Kerusakan Lingkungan Akibat Pertambangan Emas Tanpa Izin (PETI) [1]. http://www.forek.or.id/detail.php?rubrik=lingkungan&berita

Novita, D. 2001. Studi Konsentrasi Logam Berat Kadmium (Cd) dalam Tubuh Kerang Hijau (Perna viridis Linn) di Perairan Pantai Kamal Muara Teluk Jakarta. Manajemen Sumberdaya Perairan Fakultas Kelautan dan Perikanan Universitas Brawijaya Malang. Jawa Timur.

Pagoray, H. 2001. Kandungan Merkuri dan Kadmium Sepanjang Kali Donan Kawasan Industri Cilacap. http://www.unmul.ac.id/dat/pub/frontir/henny.pdf

Restituta M., Studi Tentang Pencemaran Logam Berat Cu Dengan Bioindikator Kupang Putih (Corbula faba H), di Muara Kepetingan Kabupaten Sidoarjo Propinsi Jawa Timur. Manajemen Sumberdaya Perairan. Fakultas Kelautan dan Perikanan Universitas Brawijaya Malang. Jawa Timur.

Ruangwises N., Ruangwises S., 1998. Heavy Metals in Green Mussels (Perna viridis) From the Gulf of Thailand. Journal of Food Protection 61 (61) : 94-97

Sartika A. P. A, 2002. Profil Kandungan Logam Berat Merkuri (Hg) dan Tembaga (Cu) dalam Daging Kupang Beras (Tellina versicolor). Studi kasus pada Kupang Beras dipasarkan di Kraton Pasuruan. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Jember.

Setiono L., Hadyana A., 1990. Buku Teks Analisis Anorganik Kualitatif Makro dan Semimikro. PT Kalma Media Pustaka

Siahainenia L., 2003. Pencemaran Laut, Dampak dan Penanggulangannya. http://www.forek.or.id/detail.php?rubrik=pendidikan&beritaID=2234
Palar H, 1994. Pencemaran dan Toksikologi Logam Berat. PT. Rieneka Cipta. Jakarta.

Philips, O.J.H. 1980. Proposal for Monitoring Studies on Metals and Organochlorines. In South Chines Fisheries Development and Coordinating Programme. Manila: FAO.

Widhiyatna D, 2005. Pendataan Penyebaran Merkuri Akibat Usaha Pertambangan Emas di Daerah Tasikmalaya, Propinsi Jawa Barat. http://www.istecs.org/Publication/Japan/010211_Denni.PDF

Widodo A, 2005. Studi Konsentrasi Logam Berat Merkuri (Hg) pada Organisme Kerang Putih (Corbula faba) dan Kerang Bulu (Anadara antiquata) Sebagai Biomonitoring Pencemaran Lingkungan di Muara Sungai Rejoso, Kabupaten Pasuruan. Manajemen Sumberdaya Perairan. Fakultas Kelautan dan Perikanan Universitas Brawijaya Malang. Jawa Timur.

Waldichuk, M. 1974. Some Biological Concern in Metal Pollution. In Pollutan and Physiology of Organism (Vernberg and Vernberg edt)

Wiley J and Sons, 1983. Aquatic Toxicology. National Water Research Institute Burlington, Ontario. Canada.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar